Wednesday, October 13, 2010

Konser Paduan Suara

Usai kerja, CEO, CTO, Kepala Admin, dan staf senior bagian produksi, kami berlima menghadiri konser paduan suara.
Harga tiket 240NTD (sekitar 75ribu IDR). Vicky, istri dari CEO kami, Andy, tampil dalam konser tersebut.

Ini pengalaman pertama saya nonton konser paduan suara. Konser ini digelar oleh perhimpunan guru musik, khususnya guru wanita. Ada sekitar 40 orang guru yg berpartisipasi. Di Taiwan, ketika seorang disapa sebagai guru, berarti dia punya keahlian teknik dan pengalaman yg mendalam di bidang tersebut. Sebagian besar mereka yg tampil malam ini lulusan jurusan musik luar negeri. Hadir pula konduktor nomer wahid seTaiwan yg adalah kakek guru dari Vicky.

Sebagaimana di negara-negara lain, sebagian besar ahli musik yg sampai belajar musik secara mendalam (red: ke luar negeri), datang dari kalangan menengah ke atas. Konser ini lebih merupakan konser yg dihadiri oleh kalangan keluarga, kerabat, dan komunitas dari guru-guru tersebut. Penonton yg hadir malam ini termasuk sangat berkelas. Namun, hal yg patut kita pelajari adalah, kesehajaan masyarakat Taiwan. Mereka tidak tampil dengan pernak-pernik mewah, tp dengan dandanan yg formal dan cukup good-looking saja. tidak berlebih-lebihan, walaupun dibalik semua itu, tersimpan "kesaktian" dan tidak jarang kekayaan material mereka masing-masing. CEO, CTO pun mengenakan seragam kantor yg sama dgn yg saya kenakan.

Selain momen berharga ini, ketika pulang dari konser, saya satu kereta dengan staf senior produksi. Usia beliau sama dengan usia ibu saya. 54 tahun tepatnya usia si tante. Beliau juga merupakan staff yg bergabung dari awal berdirinya perusahaan kami, 8 tahun silam. Beliau mengisahkan bahwa sebelum bekerja di tempat ini, beliau dan suami mengembangkan usaha di bidang plastik. Bekerja belasan jam sehari. Selain tidur, hanya bekerja. Beliau mengisahkan bahwa pada masa-masa awal berdirinya perusahaan kami, Andy pun bekerja belasan jam per hari. Usia Andy saat itu 24 tahun. Melihat perjuangan Andy, beliau kagum kepada anak muda yg satu ini. Banting tulang mengembangkan usahanya. Beliau sendiri sebenarnya bekerja di perusahaan kami, hanya untuk mengisi waktu senggang, daripada bengong di rumah. Perusahaan mereka sendiri beroperasi hingga 2 tahun yang lalu.

Melihat etos kerja masyarakat Taiwan, tidaklah heran jika mereka berevolusi dari bangsa nelayan menjadi bangsa hi-tech dalam kurun waktu 30 tahunan saja.

Beliau sempat nyeletuk, satu hal yg cukup menonjok buat saya jg. "Anak muda sekarang, begitu ada prestasi sedikit langsung kendor."

Ini juga mengingatkan saya akan semboyan "Raise your bar" yg menjadi slogan di GE.

Berapakah usia saya sekarang? Apakah saya sudah mengerahkan segenap tenaga saya untuk melangkah ke arah perwujudan cita-cita?

Tuesday, October 12, 2010

PMP under my Belt

Hari ini jerih lelah selama tahun 2005 - 2010, akhirnya divalidasi dengan sertifikasi PMP.

Banyak pengorbanan yg sudah dijalani, dari belajar buat ujian semester dalam angkot, begadang mengkoordinir pelaksanaan dilapangan, sementara pagi besok ujian, menghadapi kepala preman stasiun Hall, Bandung, ketiduran pas kuliah, banyak lagi kisah yg tak terlupakan lainnya. Semua itu mengukuhkan pengalaman dan kompetensi dalam dunia manajemen proyek.

Mulai dari proyek instalasi peralatan medis di rumah sakit tanah air, sampai proyek pengembangan devais pelacak di Taiwan. Setiap momen punya ceritanya sendiri.

Hari ini saya menjalani ujian online Prometric, untuk mendapatkan sertifikasi Project Management Professional (PMP) dari Project Management Institute.
Sertifikasi ini diakui secara internasional. Terlebih lagi di dunia hi-tech, di mana perusahaan hidup dari proyek-proyek bersama kliennya.

Ini adalah sebuah langkah awal. CEO dan Vice President tempat saya bekerja, keduanya pernah mendalami PMP. Dan saya melihat bahwa PMP memberikan fondasi yg tidak kalah kuatnya dibanding dengan program MBA. MBA dalam industri HI-tech seringkali tidak dapat beradaptasi dengan tuntutan inovasi dan kecepatan perubahan di dunia Hi-tech.
Hal ini dikukuhkan dengan komentar dari profesor manajemen salah satu universitas di Taiwan (teman satu angkatan PMP saya).

mungkin tidak lah berlebihan jika PMP dinobatkan sebagai Master in Hi-Tech Business Administration. Mungkin tahun-tahun mendatang, akan ada gelar MHBA sejajar dengan gelar MBA)

Sunday, October 10, 2010

5 lagi

Pagi ini bangun jam 5 lagi.

Dalam 1 jam mereview materi PMP, merencanakan strategi, menulis perencanaan pemanfaatan waktu hari ini. Push-up 1 set.

6.30.

It's awesome so much things we get done, if only we wakes up 1-2 hours earlier.

Wednesday, October 6, 2010

One Brick Entrepreneurs 101006

Orang adalah milik perusahaan yg paling penting.

Perusahaan yg berbesar hati dalam meningkatkan daya kerja, keterampilan dan moral pekerjanya, niscaya tidak akan kekurangan orang-orang terbaik yg bekerja baginya dan menghebatkannya.

ICE 2008 a draft

Ceritanya diminta untuk bikin artikel, membagikan pengalaman ICE (Indonesian Culture Exhibition) 2008 di kampus NTUST.

ada beberapa ide, jadi sy tuangkan di sini aja, sekalian jadi kanvas buat scribbl-ing ide2...

langsung aja...ga pake lama...

A door to the heart of NTUST. That's what comes to my mind when i think of ICE 2008. I was part of the ICE committee, in charged of Equipments team(stage, sound system, chairs, tables, billboard, anything that can be categorized as one). It means I need to contact many people, find resources, negotiate, and put them all together in time, and on spot. I and my teammate went to library basement to find loudspeaker, rushed to student affairs to book class room for rehearsing, negotiate with banner publisher at Post office basement cafeteria, juggling through campus buildings and offices. From all of these encounters, I met with NTUST front-line workers, up to leading authorities. I was amazed by the attitude of NTUST employees, which gives such warmth welcome and support to our needs, despite our lack of Chinese proficiency. There were lots of 比手劃腳 moments that make me smile now, as i ponder those days. The front-line employees attitude reflects morale of the entire organization, I believe. It is indeed true, when i met authorities at OIA, Student Affairs, and Faculty members.

Along with these awesome support from NTUST as an organization, ICE 2008 gave us chances to interact with NTUST students. NTUST becomes our home away from home with their warmth friendship. I and my friend Sandy were asked to anchor ICE, a couple weeks before d-day. Me and Sandy met with Ann, a warm and friendly NTUST fellow. She introduces us to local daily life and custom, growing our appreciation on Taiwanese culture and way of life. I am astonished by NTUST vision on internationalization. We met as students, learnt and aspired each other culture and uniqueness, enhancing global perspective. After graduating from NTUST, as today's students metamorphose into tomorrow's leaders, these precious moments treasured on NTUST village, will surely bridge the two great nation: Indonesian and Taiwanese for mutual understanding, as the citizen of the world. Amigos Para Siempre.


-wes ngono wae. matur nuwun-