jadi ceritanya gini:
baru-baru ini kita menemukan bug (isu) di produk salah satu vendor kita.
Vendor ini adalah perusahaan multinasional yg cukup terkenal di bidang modul GPS.
Sebut saja vendor X.
Application Engineer di Vendor X ini, entah karena terlalu sibuk atau karena sikap yg tidak baik, bertindak seolah-olah tidak ada isu tersebut.
Setelah kami kirim balik modul itu, beliau bersikeras tidak ada masalah. Kemudian kami tantang metode troubleshootingnya. sangat tidak memuaskan. bahkan saya rasa testing di tempat kami jauh melebihi testing di tempat vendor X, padahal mereka adalah sang manufaktur.
Saya masih bisa maklum, karena mungkin si doi terlalu banyak case, jadi ga sempet bikin analisis mendalam. Beberapa hari kemudian, datanglah si doi, bersama, sebut saja Mr. R, yg mengaku bagian Business DEvelopment.
Dalam diskusi tersebut, Mr. R selalu mencekoki kami dengan dokumen2 yg mengkonfirmasi performance modul mereka. Sikap ini sangat arogan. Tim kami bertanya, bukan karena kami awam, atau tidak mengerti sama sekali teknologi GPS. Kami ingin berdiskusi dengan mereka. Namun dari Vendor X, sikap yg diberikan adalah "We know better than You. Just sit there and listen".
mereka mencekoki kami dengan fakta2 dari dokumen2. Dalam dunia engineering, dokumen adalah satu hal, performance dalam real case adalah hal lain. Akhirnya kami mengmabil sikap pasif, malas berdebat. Bug tersebut pun terbukti adalah Design Fault dari Vendor X. Namun mereka berusaha menghindar, dan tidak mau mengakui hal tersebut.
Hasilnya adalah, kami memblack-list vendor ini dari supplier list untuk produk-produk ke depan kami.
Moral of the story adalah: LIsten to your customer.
ini berlaku juga dalam hubungan antar sesama. Seringkali kita merasa hebat, dan tau segalanya. Sehingga ketika ada rekan bertanya, kita mencekoki mereka dengan fakta-fakta yg kita hafal dalam pemikiran kita. Seringkali mereka bertanya untuk berdiskusi. Namun jika kita mengambil sikap menguliahi, maka lawan bicara akan diam, pasif. Kita merasa makin hebat, karena mereka seperti terpesona oleh kepintaran kita, makin berkobar2 kita kuliahi mereka. Saya pun pernah bersikap seperti ini, dan mungkin juga tidak luput dari cacat ini.
Namun, saya menemukan bahwa ketika kita belajar mendengarkan, sebelum menyemburkan fakta2, kita akan lebih bijaksana. Seringkali saya menemukan bahwa penanya bukannya tidak tahu fakta2 tersebut, mereka hanya ingin bertukar pikiran. Jika kita sibuk menyemprot mereka, jadilah kita seperti katak dalam tempurung, rasa diri makin hebat, padahal pikiran kita makin sempit, dan terbatas.
besi menajamkan besi, manusia menajamkan sesamanya
Mari kita belajar menemukan kebenaran, lewat proses mengupas bawang. Satu per satu dipikirkan dan didiskusikan. Kebenaran yg sejati tidak pernah takut untuk dipertanyakan. Ia akan dengan rendah hati, membawa kita selangkah demi selangkah, makin menyadari betapa dalamnya Kebenaran itu. Ia tidak mencekoki dengan teori2, fakta2. Ia senang akan pertanyaan, karena melalui pertanyaan, akan ada proses berpikir yg menuntun pada Kebenaran itu sendiri.
inilah hikmah dari ilmu padi, makin berisi makin menunduk
makin berisi, makin tidak takut dipertanyakan
makin berisi, makin Ia terbuka untuk diskusi dan proses berpikir yang sehat.
No comments:
Post a Comment